![]() |
Hafni Maulana, pengelola Yayasan Adinda Karunia Ilahi |
Hafni Maulana, pengelola Yayasan Adinda Karunia Ilahi selaku penyedia program MBG di wilayah Benua Kayong, menjelaskan pihaknya langsung turun tangan mendampingi korban yang dirawat di rumah sakit. Ia menyayangkan adanya guru yang ikut menjadi korban, sebab paket makanan tersebut sejatinya hanya diperuntukkan bagi siswa.
“Total penerima manfaat di SDN 12 ada lebih dari 200 siswa, tapi yang dilaporkan terdampak hanya 19 siswa dan 1 guru. Padahal kami melayani 20 sekolah dengan total 3.474 siswa. Kalau memang makanan itu beracun, mestinya dampaknya dirasakan semua sekolah, bukan hanya satu sekolah saja,” jelas Hafni, Selasa (23/9).
Menurutnya, pihak sekolah sempat menyampaikan bahwa makanan yang disalurkan “berlendir” dan langsung menyebutnya beracun, padahal hasil uji laboratorium sementara dari sampel makanan di sekolah maupun dapur tidak menunjukkan indikasi berbahaya.
“Kami masih menunggu hasil resmi dari Dinas Kesehatan dan BPOM. Jadi jangan terburu-buru menyimpulkan makanan ini beracun,” tegasnya.
Hafni menegaskan, setiap menu yang disalurkan disusun oleh ahli gizi, termasuk takaran kalori dan komposisinya. Menu yang disajikan sehari sebelum kejadian hanya berupa nasi, sayur, dan ikan fillet.
Untuk sementara, dapur mitra MBG di Benua Kayong dihentikan operasionalnya hingga keluar hasil resmi dari instansi berwenang.
“Kami tetap bertanggung jawab, mendampingi siswa yang masih dirawat. Alhamdulillah sebagian besar sudah pulih dan pulang ke rumah, tinggal tiga orang yang masih dalam pendampingan,” katanya.
Hafni juga berharap masyarakat tetap tenang dan tidak mudah terprovokasi isu yang bisa mendiskreditkan program MBG.
“Kami khawatir ada pihak yang sengaja menggiring opini publik seolah program ini gagal. Padahal sejauh ini ribuan siswa di sekolah lain tidak ada masalah,” pungkasnya.(Tim Liputan)
Editor : cc
Social Header